Alasan adanya kuliah jurnalistik dapat disebutkan beberapa bagian, yaitu:
1. Mendorong pengembangan daya imajinasi dan intuisi mahasiswa. Daya hayal dan naluri batin merupakan salah satu modal penting dalam proses pencerdasan murid, baik dalam konteks akademis atau non akademis. Ada kecenderungan, mahasiswa yang memiliki daya hayal dan intuisi yang “lebih”, biasanya mempunyai “pengetahuan lain” diluar mata pelajaran di kampus. Sehingga, secara sosial siswa yang demikian, lebih punya peluang untuk “menggali” semua kalangan, ketimbang mahasiswa yang hanya menjadi ”anak kampus tulen”. Keingintahuannya terhadap sesuatu biasanya diatas rata-rata, dibanding dengan mahasiswa lainnya. Kuatnya keingintahuan inilah yang kemudian mendorong mahasiswa tersebut untuk terus mencari dan menggali segala sesuatu yang mungkin diluar pelajaran kampus.
2. Jurnalistik dapat menubuhkembangkan daya kritis dan kepekaan sosial. Secara teori, memang tidak ada bab khusus yang membahas tentang daya kritis dalam konteks kejurnalistikan. Tetapi, biasanya seseorang yang sudah “nyandu” dengan aktifitas jurnalistik (kewartawanan), mempunyai kepekaan dan daya kritis yang lebih dari yang lain. Sehingga tidak jarang, jika di beberapa kampus, mahasiswa yang mengelola majalah dinding (mading) lebih “pintar” dari yang sama sekali tidak bersentuhan dengan organisasi. Kenapa? Karena ada tuntutan mencari informasi yang terbaru, sehingga tidak akan selalu puas dengan apa yang telah diperoleh hari itu.
3. Menumbuhkembangkan kejujuran. Naluri jurnalistik diakui atau tidak dapat mendorong terbentuknya “kata hati” yang jernih. Atau kalau meminjam istilah Aa Gym manajemen qolbu. Mahasiswa yang telah “menggeluti” dunia jurnalistik, acapkali “tampil beda” di tengah kawan sebayanya. Bukan karena ingin dipuji, tetapi itulah gerak hati yang tengah diikutinya. Termasuk, jika suatu ketika terjadi aksi protes di kampus. Sama sekali bukan karena dibayar oleh dosen atu pihak lain, namun berdasar pada fakta, adanya kebijakan yang salah di kampus tersebut. Minimal, jika tidak ada pembelaan secara kolektif, mahasiswa tersebut akan menuliskan tentang realitas yang dilihat dan dirasakannya. Baik melalui puisi, koolom atau tulisan apa saja, sebagai bentuk protes terhadap keadaan yang menurutnya tidak tepat.
4. Mendorong mahasiswa untuk membaca. Membaca akan bertambah wawasan. Ini hukum sebab akibat. Karena membaca orang akan bertambah wawasan. Tidak membaca, orang akan berkurang wawasannya. Begitulah jurnalistik. Keinginan kuat untuk melakukan aktifitas jurnalistik (menulis-red), mau tidak mau seorang mahasiswa akan terdorong untuk membaca. Kenapa? Karena ia harus menulis dengan data yang benar dan mengolah sumber informasi lainnya. Dengan sendirinya, selama proses kejurnalistikan dilakukan, maka sepanjang itu mahasiswa tersebut akan terus membaca dan bertambah wawasannya. Seorang dosen mana yang tidak ingin mahasiswanya mempunyai kecerdasan “lebih” dari mahasiswa lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar