A. Sejarah
Singkat Walisongo
Sesuai dengan namanya Walisongo,
jumlah wali penyebar agama Islam di Pulau Jawa dipermulaan abad ke 15 ada
9/Sembilan, yaitu :
1. Sunan Gresik ( Syekh Maulana Malik
Ibrahim): wali yang pertama datang ke Jawa pada
abad ke-13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di
Gresik, Jawa Timur.
2. Sunan Ampel ( Raden Rahmat): Menyiarkan
Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau merupakan perancang pembangunan
Masjid Demak.
3.
Sunan Giri (Raden Paku):
Menyiarkan Islam di luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku.
Menyiarkan agama dengan metode bermain.
4.
Sunan Bonang ( Raden Makdum
Ibrahim): Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang.
Sunan yang sangat bijaksana.
5. Sunan Drajat (Syekh Syarifudin): Anak
dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama
di sekitar Surabaya. Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial
6. Sunan Kudus ( Syekh Ja’far Shadiq): Menyiarkan
Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni bangunan. Hasilnya ialah Masjid
dan Menara Kudus
7.
Sunan Muria ( Raden Umar Said):
Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa
Tengah. Sangat dekat dengan rakyat jelata.
8. Sunan Gunung Jati (Sayid Syarif
Hidayatullah): Menyiarkan Islam di Banten, Sunda
Kelapa, dan Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa besar
9.
Sunan Kalijaga ( Raden Mahmud
Syahid): Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. Seorang pemimpin,
pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara menyesuaikan dengan
lingkungan setempat.Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun
satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga
dalam hubungan guru-murid
Maulana
Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri
adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel.
Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan
sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan
Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain,
kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.
Mereka
tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di
tiga wilayah penting. Yakni Surabaya, Gresik-Lamongan di Jawa Timur,
Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah
para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka
mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok
tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Pesantren
Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa
itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara.
Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin
pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni
yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah
pendamping sejati kaum jelata.
Era
Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara
untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam
di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan.
Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa,
juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara
langsung, membuat “sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Masing-masing
tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari
Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu
Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur”
hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa
yang dapat dipahami masyarakat Jawa yakni nuansa Hindu dan Budha.
B. Peranan
Walisongo dalam Pengembangan Islam di Indonesia
Walisongo
mempunyai peranan yang sangat besar dalam pengembangan Islam di Indonesia.
Bahkan mereka adalah perintis ulama dalam bidang dakwah Islam di Indonesia.
Sekaligus pelopor penyiaran agama Islam di nusantara ini.
‘Wali’
adalah singkatan dari perkataan Arab, waliyullah dan ia bermaksud “orang yang mencintai Allah dan
dicintai Allah”. Manakalah ‘singo’ juga perkataan jawa yang bermaksud sembilan.
Lantas “walisongo” merujuk kepada wali sembilan yakni sembilan orang yang
mencintai dan dicintai Allah. Mereka diberi gelaran yang sedemikian karena
mereka dianggap penyiar-penyiar agama Islam yang terpenting. Karena
sesuangguhnya mereka mengajar dan menyebarkan Islam. Di samping itu, Islam juga
merupakan para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya.
Mereka telah mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru yang merangkumi aspek
kesehatan, bercocok tanam, perniagaan, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan
dan pemerintahan.
Kesemua
sembilan wali telah banyak memberikan sumbangan, namun dalam esai ini sumbangan
tiga tokoh wali pilihan yang juga memberikan contoh representatip bagi kesemua
wali-wali tersebut, akan di bincangkan dalam peranan mereka meningkatkan tahap
keintelektualan kehidupan menerusi agama Islam dalam aspek pendidikan.,
sosio-ekonomi dan politik. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Giri dan
Sunan Bonang
Tokoh
yang pertama ialah Maulana Malik Ibrahim yang berbangsa Arab dari keturunan
Rasulullah. Beliau datang dari Kasyan, Persia dan tiba d jawa pada 1404 sebagai
penyebar agama Islam dan menetap di Leran, sebuah desa yang terletak di Gresik.
Beliau telah menjalankan dakwah Islam dengan bijaksana dan dapat
mengadaptasikan pengajarannya dengan masyarakat sekeliling sehingga ramai
rakyat tertarik dengan agama baru ini,
lalu memeluknya.
Beliau
telah memperkenalkan bidang perdagangan dan melalui ini, beliau berjaya
mendapat tempat di hati masyarakat di tengah-tengah krisis ekonomi dan perang
saudara. Contohnya beliau telah membuaka sebuah warung yang menyediakan
bencucuk tanam dengan harga murah selain daripada mengajarkan cara-cara
bercocok tanam yang baru, di samping itu, adat-istiadat lama tidak langsung
ditentangnya dengan kekerasan. Sebaliknya menerusi pergaulannya sehari-hari.
Beliau menunjukkan kemuliaan akhlak seperti kesopanan bertutur, sikap
hormat-menghormati, tolng menolong yang diajarkan agama Islam.
Dengan
inilah, beliau telah berjaya menarik orang-orang jawa dari kasta bawahan
memeluk Islam. Beliau juga merupakan pencipta pondok/pesantren pertama di
Gresik, umumnya di tanah jawa. Pondok ini dibina karena bilangan pengikutnya
yang kiat bertanbah. Di sinilah juga, beliau juga melahitkan mubaligh-mubaligh
Islam yang bergiat di tanah jawa. Kegiatan-kegiatan mendakwah dijalankan oleh
beliau dengan penuh dedikasi sehingga Maulana Malik Ibrahim Meninggal dunia
pada tahun 1914.
Tokoh
kedua pula ialah sunan Giri yang dilahirkan pada tahun 1365 di Blambangan.
Ayahnya adalah Maulana Ishak, seorang ulama Islam dari Arab dan bermukin di
Pasai, aceh. Sunan Giri juga dikenali dengan Raden Paku atau Maulana Ainul
Yaqin dan merupakan seorang ulama yang dibekali dengan pengetahuan agama yang
mencukupi. Ilmunya yang mendalam dan dirinya yang senantiasa menjadi rujukan
dalam hal-hal agama telah membuat ramai menganggapnya sebagai mufti.
Sunan
Giri telah menyiarkan Islam dan menanamkannya ke dalam jiwa penduduk dalam berbagai
cara. Beliau telah mendirikan sebuah masjid di kampung laut sebagai langkah
pertama untuk menyebarkan Islam dan sehingga kini masjid itu masih kekal dalam
bentuk asalnya meskipun telah dipindahkan ke tempat lain. Selain itu, beliau
juga telah memilih suatu lokasi yang strategis bagi mendirikan pondok-pondok
atau pesantren-pesantren yang telah bertahan sampai ke abad 17, untuk
murit-muritnya bagi mengajarkan fiqih, hadist, nahwu, serta sharaf.
Murid-muridnya pula bukan saja terdiri daripada mereka yang datang dari
surabaya malah, ada juga yang berasal dari madura, lombok dan makasar, dengan
terdirinya pesantren-pesantern tersebut,
ia menjadi pusat dan markas gerakan dakwah yang terbesar dan terawal di jawa.
Di
samping itu, beliau juga merupakan seorang pedagang yang mengelilingi
pulau-pulau di Indonesia seperti Kalimantan dan Sulawesi. Dengan inilah beliau
telah berjaya memikat ramai orang kaya dan orang-orang terpandang di Maluku,
Pontianak dan Banjarmasin untuk memeluk agama Islam.
Secara
keseluruhannya, jasa terbesar beliau ialah usahanya mengantar anak muridnya ke
pelosok-pelosok Indonesia seperti pulau Madura dan Bawean untuk menyiarkan
Islam, selain iti kedudukan Giri amatlah penting juga dalam sejarah
perkembangan politik dan pengaruh Islam di pulau jawa. Beliau telah banyak
berkemampuan mempengaruhi daerah-daerah Islam yang lain seperti Japara, Tuban
dan Gresik sehingga terbentuk kerajaan Islam pertama di Demak pada tahun 1479M.
Tokoh
terakhir yang akan disentuh ialah Sunan Bonang yang juga dikenali sebagai Raden
Makdum Ibrahim. Beliau hidup diantara 1465-1525M. beliau merai ilmu dari
ayahnya Maulana Ishak dan terkenal sebagai ahli kalam atau ilmu tauhid.
Sunan
Bonang memainkan peranan yang sangat besar dalam penumbuhan kerajaan Demak di
dalam dakwahnya dan kedudukannya sebagai penyokong kerajaan Demak, beliau telah
berusaha memasukkan pengaruh Islam ke dalam kalangan bangsawan keraton
Majapahit. Ini dilakukannya dengan memberi didikan Islam kepada Raden Patah,
Sultan Demak pertama. Selain itu, beliau juga membantu dalam penubuhan Masjid
Agung di kota Bintora Demak.
Keistimewaan
dan sekaligus pembaharuan yang dibuat oleh sunan Bonang ialah kebikjasanaan dan
keunikannya dalam berdakwah yang telah membuat hati rakyat agar datang ke
masjid. Bahkan, beliau memberi penekanan kepada kebersihan dengan menyediakan
sebuah kolam dihadapan masjid agar setiap pengunjung yang datang dengan
sendirinya akan membersihkan kaki mereka.
Beliau
telah mencipta alat musik jawa yang disebut Bonang serta tembang dan gending-gending
jawa yang berisikan ajaran Islam untuk berdakwah. Bonang itu akan dibunyikan
untuk menarik perhatian masyarakat sekeliling yang mendengarnya agar berkunjung
ke masjid sementara pengikut-pengikutnya pula diajarkan menyayikan
tembang-tembang sehingga mereka menghafalnya yang kemudian mereka pula akan
mengajarkannya kepada ahli keluarga masing-masing. Sedikit demi sedikit, Sunan
Bonang dapat merebut hati rakyat dan kemudian menanamkan pengertian yang teguh
tenyang Islam.
Dengan
demikian, walisongo sesungguhnya telah memainkan peranan yang penting dalam penyebaran
agama Islam
ialah dengan cara mendakwah. Di samping sebagai pedagang, para pedagang Islam
juga berperan sebagai mubaligh. Ada juga para mubaligh yang datang bersama
pedagang dengan misi agamanya. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan
dengan cara para ulama mendatangi masyarakat objek dakwah, dengan menggunakan
pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan
jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping
itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren-pesantren sebagai sarana
pendidikan Islam.
Di
Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo (9 wali). Wali
ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri
kepada Allah. Para wali ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yang
memberikan pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga
adalah penasihat sultan.
v Kapan
dan Darimana Islam Masuk Indonesia
Sejarah
mencatat bahwa sejak awal Masehi, pedagang-pedagang dari India dan Cina sudah
memiliki hubungan dagang dengan penduduk Indonesia. Namun demikian, kapan
tepatnya Islam hadir di Nusantara?
Masuknya
Islam ke Indonesia menimbulkan berbagai teori. Meski terdapat beberapa
pendapat mengenai kedatangan agama Islam di Indonesia, banyak ahli sejarah
cenderung percaya bahwa masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-7 berdasarkan
Berita Cina zaman Dinasti Tang. Berita itu mencatat bahwa pada abad ke-7,
terdapat permukiman pedagang muslim dari Arab di Desa Baros, daerah pantai
barat Sumatra Utara.
Abad
ke-13 Masehi lebih menunjuk pada perkembangan Islam bersamaan dengan tumbuhnya
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Pendapat ini berdasarkan catatan
perjalanan Marco Polo yang menerangkan bahwa ia pernah singgah di Perlak pada
tahun 1292 dan berjumpa dengan orang-orang yang telah menganut agama Islam.
Bukti yang turut memperkuat pendapat ini ialah ditemukannya nisan makam Raja
Samudra Pasai, Sultan Malik al-Saleh yang berangka tahun 1297.
Jika
diurutkan dari barat ke timur, Islam pertama kali masuk di Perlak, bagian utara
Sumatra. Hal ini menyangkut strategisnya letak Perlak, yaitu di daerah Selat
Malaka, jalur laut perdagangan internasional dari barat ke timur. Berikutnya
ialah Kerajaan Samudra Pasai.
Di
Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya
makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah
atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari namanya,
diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia.
Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Malik Ibrahim dari Kasyan (satu
tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M. Agak ke
pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan kubur Islam kuno. Makam tertua
berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga istana
Majapahit.
Di
Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak yang disiarkan oleh bangsawan Arab
bernama Sultan Syarif Abdurrahman pada abad ke-18. Di hulu Sungai Pawan, di
Ketapang, Kalimantan Barat ditemukan pemakaman Islam kuno. Angka tahun yang
tertua pada makam-makam tersebut adalah tahun 1340 Saka (1418 M). Jadi, Islam
telah ada sebelum abad ke-15 dan diperkirakan berasal dari Majapahit karena
bentuk makam bergaya Majapahit dan berangka tahun Jawa kuno. Di Kalimantan
Timur, Islam masuk melalui Kerajaan Kutai yang dibawa oleh dua orang penyiar agama
dari Minangkabau yang bernama Tuan Haji Bandang dan Tuan Haji Tunggangparangan.
Di Kalimantan Selatan, Islam masuk melalui Kerajaan Banjar yang disiarkan oleh
Dayyan, seorang khatib (ahli khotbah) dari Demak. Di Kalimantan Tengah, bukti
kedatangan Islam
ditemukan pada masjid Ki Gede di Kotawaringin yang bertuliskan angka tahun 1434
M.
Di
Sulawesi, Islam masuk melalui raja dan masyarakat Gowa-Tallo. Hal masuknya
Islam ke Sulawesi ini tercatat pada Lontara Bilang. Menurut catatan tersebut,
raja pertama yang memeluk Islam ialah Kanjeng Matoaya, raja keempat dari Tallo
yang memeluk Islam pada tahun 1603. Adapun penyiar agama Islam di daerah ini
berasal antara lain dari Demak, Tuban, Gresik,
Minangkabau, bahkan dari Campa. Di Maluku, Islam masuk melalui bagian utara,
yakni Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Diperkirakan Islam di daerah
ini disiarkan oleh keempat ulama dari Irak, yaitu Syekh Amin, Syekh Mansyur,
Syekh Umar, dan Syekh Yakub pada abad ke-8.